'Acoustig Smog' : Pelenyap Nyanyian Lautan

Oleh : M. Fajri Bayu A / 13306053
Disusun untuk memenuhi tugas TF4121 Teknik Akustik 2009


Ternyata bising juga banyak terjadi di lautan. Tanpa keraguan lagi, karakter bising yang tak terkontrol ini, secara besar-besaran terjadilah sumber suara dalam skala besar yang telah menjadi ancaman ketidakseimbangan ekosistem. Lautan telah jenuh akan suara bising hingga membutakan kebanyakan kehidupan biota laut.

Ya, itulah fakta yang telah terjadi. Kenapa bisa begitu? Apa yang terjadi sebenarnya? Untuk mengetahui lebih lanjut tentang bagaimana akustik dapat mengancam kehidupan penghuni bawah laut, silakan simak penjelasan ilmiah berikut secara seksama.


Pendahuluan

Acoustic Smog atau dapat diartikan sebagai Asap Akustik merupakan suatu istilah yang merujuk kepada polusi bising di lautan yang disebabkan dari ulah manusia (man-made noise), biasanya terdiri dari sumber yang berasal dari :
- Perkapalan
- Produksi dan eksplorasi minyak & gas offsore
- Sonar militer atau industri
- Eksperimen
- Ledakan bawah air dan aktivitas penduduk lainnya dalam laut
- Bising dari Pesawat

Tercatat dalam penelitian bahwa perairan Indonesia termasuk kawasan trafik perkapalan paling padat bersama dengan kawasan lautan Atlantik Utara dan Pasifik Utara. Ini berarti bahwa area tersebut banyak terdapat Acoustic Smog.

Dari berbagai berita menunjukkan bahwa acoustic smog ini memberikan dampak yang mengancam penghuni bawah laut khususnya ikan paus, lumba-lumba dan mamalia lainnya. Salah satu yang sedang menjadi studi dari penelitian Son de Mar adalah spesies Cetacean. Mamalia ini banyak menggunakan sinyal akustik untuk keberlangsungan hidupnya seperti bermigrasi, reproduksi, mencari makan dan berkomunikasi dengan sesamanya.

Tetapi seiring dengan perkembangan teknologi buatan manusia, begitu banyak bising yang lalu-lalang bahkan telah ada sejak seratus tahun yang lalu. Ini ternyata berakibat fatal kepada kemampuan Catacean untuk berkomunikasi melalui sinyal akustik khususnya. Lebih lanjut fakta membuktikan bahwa acoustic smog secara langsung berkontribusi terhadap kematian spesies ini.





Efek dari acoustic smog terhadap spesies Cetacean meliputi :
- Migrasi (perpindahan)
- Avoidance reactions (Reaksi penghindaran)
- Tabrakan dengan kapal
- Terdampar
- Kerusakan pendengaran
- Trauma akustik
- Kematian
- Ancaman kepunahan

Selanjutnya, fakta ilmiah membuktikan bahwa man-made noise (bising ulah manusia) sering menyebabkan luka pada organ akustik dari cetacean bahkan dapat menyebabkan kematian.


Sinyal Akustik Cetacean sebagai Bio-Indicator

Sebagai predator puncak dari rantai makanan, Catacean telah berkembang selama berjuta-juta tahun dan telah memiliki persepsi akustik tersendiri dengan keadaan lingkungannya. Untuk itu, spesies ini dapat dijadikan sebagai indikator dari keseimbangan akustik dalam lautan.

Mengerti akan akan bagaimana mamalia laut merasakan kondisi lingkungannya dan memahami seluk-beluk dari metode komunikasi mereka perlu diperhatikan dalam menyelidiki konservasi dari ekosistem perairan dan pengembangan aktivitas manusia pada laut yang berkelanjutan.

Sistem pendengaran cetacean mempunyai karakteristik berupa elemen morpoligi unik (unique morphological) yang berlapis-lapis yang terdapat pada tubuhnya. Elemen ini digunakan untuk beradaptasi , dimana elemen ini menunjukkan kemampuan cetacean untuk memilah-milah frekuensi akustik sehingga dapat mendiskriminasi detail-detail dari citra akustik yang ditangkapnya. Elemen ini bisa disebut sebagai auditory channel (saluran pendengaran) yang berfungsi sebagai frequencies filters (penyaring frekuensi). Dalam organisme yang normal, pemilahan frekuensi -termasuk yang diproduksi maupun yang diterima dari sekitar- itu evolusioner, maksudnya berkembang sesuai dengan habitat. Sehingga karakteristik pendengaran setiap spesies cetacean berbeda-beda tergantung pada habitat ia berada. Di sisi lain, dengan mengetahui sensitivitas telinga sebagai sensor pendengaran terhadap beberapa sinyal akustik dapat diperkirakan kapasitas akustik untuk hidup dalam habitat tertentu.

Ada sekitar 80 spesies cetacean memiliki irama akustik yang kompleks dan unik. Ini disebut sebagai diversitas sinyal akustik tiap spesies. Analisis menjadi semakin kompleks dalam hal mengekstraksi komponen dasar yang terkandung dalam sinyal informasi dari irama akustik tersebut. Oleh karena itu, kemampuan untuk memperkirakan efek dari kontaminasi sumber suara tertentu dalam laut menjadi amat terbatas.


Ada beberapa mamalia menengah yang tidak menggunakan saluran pendengaran eksternal seperti pada kebanyakan spesies, yakni dengan menerima getaran akustik melalui jaw (rahang) yang meneruskan informasi secara langsung menuju telinga dalam dan kemudian diproses dulu sebelum disampaikan ke otak.


Fenomena Akustik Smog penyebab kepunahan mamalia laut

Ratusan tahun lalu telah bermunculan bising-bising akibat ulah manusia pada lingkungan perairan hingga kini. Padahal selama evolusinya 100 juta tahun lalu, cetacean belum pernah mengalami hal tersebut . Akibatnya, para paus dan lumba-lumba belum dapat mengembangkan diri untuk mampu mengadaptasikan pendengarannya dengan suara yang keras.

Polusi bising bawah air yang merupakan hasil dari aktivitas manusia meliputi perkapalan, produksi dan eksplorasi minyak & gas offsore, sonar militer atau industri, eksperimen, ledakan bawah air dan aktivitas penduduk lainnya dalam laut, dan bising airborne dari pesawat.


Pada gambar diatas menunjukkan skema keberadaan bising pada biota laut. Masing-masing warna menunjukkan:

  • Merah : Bising buatan manusia
  • Biru : Suara natural
  • Hijau : bising biologis berasal dari makhluk perairan
Ketika manusia telah berhasil menemukan dan mengimplementasikan teknologi Sonar dengan intensitas tinggi, maka terjadilah apa yang disebut sebagai Acoustic Smog. Bising menyebabkan para mamalia laut seperti paus dan lumba-lumba tidak dapat lagi berkomunikasi dengan baik. Mereka biasanya menggunakan sinyal-sinyal akustik untuk berkomunikasi antara satu dengan yang lain bahkan dengan jarak yang jauh sekalipun. Frekuensi yang biasa digunakan antara 0,1 – 10 kHz. Namun, dengan adanya bising akustik smog tersebut, semua sinyal informasi yang mereka pancarkan pun tidak dapat sampai kepada individu lainnya karena telah bercampur dengan bising tersebut.

Meskipun sinyal tersebut berupa sekumpulan irama dengan frekuensi-frekuensi tertentu, tetap saja hasilnya nihil. Akibatnya mereka jadi susah berinteraksi, susah mencari pasangan, makanan, dan tidak dapat bernavigasi (berpindah) yang terarah.

Akhirnya mamalia ini beradaptasi dengan menaikkan lagi frekuensi akustik dengan harapan dapat berkomunikasi dengan yang lainnya. Tetapi tetap saja, tidak bisa. Suara bising yang sangat keras (berintensitas sangat tinggi) sekitar 180 – 240 dB telah merusak saluran auditori mereka.

Mereka pun terpaksa naik ke permukaan dengan cepat. Padahal semakin mendekati permukaan, maka temperature semakin tinggi dan densitas air semakin rendah, menyebabkan kecepatan suara dalam air semakin cepat dan pastinya mereka akan mengalami kepekakkan akibat bising yang keras itu. Apalagi jika makhluk ini berada dekat yakni tidak lebih jauh dari 1 km dari sumber ledakan atau sonar. Disamping itu, semakin mendekati permukaan, maka tekanan akan semain rendah. Ini jelas-jelas menimbulkan shock secara fisiologis terhadap tubuh mamalia ini. Hal-hal yang kemungkinan besar akan terjadi ialah tabrakan dengan kapal, terdampar dan trauma akustik.


Betapapun, telah jelas bahwa acoustic smog baik pada level intensitas yang berbeda-beda dapat menyebabkan dampak negative terhadap populasi cetacean baik secara langsung maupun tidak. Banyak bukti yang memperlihatkan betapa Sonar aktif dengan intensitas tinggi dan sumber suara nyaring lainnya, menyebabkan luka yang begitu parah pada organ akustik mamalia laut, yang akhirnya akan mengakibatkan makhluk itu terdampar dan mati. Untuk dapat mengetahui lebih detail tentang efek dari bising pada mamalia laut ini, dibutuhkan pengertian akan keterkaitan antara parameter akustik seperti frekuensi, intensitas, exposure duration, dan lain-lain.

Para ilmuwan seharusnya bisa meneliti, mengembangkan dan mengimplementasikan teknologi baru khususnya dalam bidang akustik dalam hal ini yang memperhatikan konservasi habitat laut. Jika tidak, maka kesetimbangan natural lautan akan kacau bahkan untuk waktu yang lama atau permanen.

Disadur dari berbagai sumber referensi :
www.sonsdemar.eu
http://www.natural-environment.com/blog/2009/04/08/loud-sonar-causes-deafness-in-dolphins/
http://articles.latimes.com/2005/apr/17/news/adna-noisy17?pg=1
http://www.treehugger.com/files/2008/10/acoustic-smog-killing-whales.php
http://www.afp.com/
http://jagadees.wordpress.com/
http://www.scientificamerican.com/
http://www.foxnews.com/

Pengumuman AEC: Mendebarkan Sekali

Mmm... Entah apa mau dikata. Pokoknya mendebarkan sekali saat h-3 pengumuman AEC. Apa itu? Ya, lebih lengkapnya Alternatif Energy Competition 2009. Acara lomba ini diadakan oleh himpunan jurusan Teknik Mesin ITS. Temanya “Energi Baru dan Ramah Lingkungan untuk Negeriku”. Jadi, intinya lombanya sih, membuat alat atau karya berupa inovasi teknologi yang nantinya dapat berguna dan diterapkan di masyarakat.

Aku tahunya sih di bulan Desember 2008 kemarin. Sebelumnya juga ada lomba serupa LITL. ITS juga yang adakan, tepatnya jurusan Teknik Lingkungan. Awalnya, mau ikut LITL. Cuma karena waktunya terlalu menyesak (deadline pengumpulan proposalnya tanggal 4 Januari 2009), kami jadi beralih ke AEC2009 itu. Ya, lumayan waktunya cukup lama sampai akhir Januari 2k9, tanggal 3. Apalagi memang teman-temanku pada sibuk persiapan UAS, yang konon menyeramkan itu. Untuk apa dipaksakan kalau memang tak bisa. Jangan sampailah hanya gara-gara ikut lomba itu, hancur nilai semester kita.

Meski begitu, dari waktu ke waktu sejak desember silam, aku sudah mulai memikirkan dan mencari inspirasi dan ide-ide. Alhasil, ide yang pernah muncul beberapa bulan yang lalu, sempat terlintas di pikiran. Kudapatkan dari kuliah Metode Pengukuran (salah satu kuliah favoritku ^_^). Memangnya apa? Satu kata untuk menjawabnya: Piezoelectric.

Sekilas tentang piezoelectric: Ialah efek yang ditimbulkan dari suatu material Piezo, dimana jika material ini dialiri arus listrik, maka akan terjadi deformasi mekanik (perubahan dimensi). Keadaan sebaliknya juga berlaku. Jika material tersebut dikenai suatu tekanan mekanik, maka arus listrik akan mengalir pada kedua polarnya. Tekanan tersebut seperti tekanan suara. Nah, keadaan yang terakhir ini yang mau dimanfaatkan. Kami terinspirasi untuk membuat suatu alat yang dapat mengolah getaran baik suara ataupun mekamik menjadi listrik.

Propoosal bersama kawan-kawannya (persyaratan lainnya) telah terkirim tepat waktu, bertepatan dengan deadline yang diberikan : 23 Januari 2009. Langsung kucek emailku. Apa sudah delivered kah.

Waktu demi waktu, kuterus menunggu. Capek. Hah, ternyata sudah h-3 pengumuman. Dadaku terasa berdebaran. Hingga tepat pada waktunya, 6 Februari 2009. Sempat kesal waktu itu, aku lihat di mana-mana pengumumannya, tak ada. Di website, tak ada. Email juga. Sms apa lagi. "Mungkin memang bukan keberuntungan kita", kata seorang temanku. Mmm, tapi dalam hati, aku masih tertanam keyakinan. Sepertinya "lolos".

Ternyata oh ternyata. Malam itu, saat aku bercengkerama dengan teman sekamar. Tiba-tiba, "tlilili...t, tlilili,,t..", hapeku merengek. Tapi aku cuek aja sambil tetap melanjutkan perbicangan itu. Setengah jam kemudian teringat kembali, "O ya, tadi ada sms kaya'nya. Mang siapa sih, malam gini sms", dengan nada malas sambil membuka sms di inbox. Kaget bukan kepalang aku. Senang amat rasanya. "
Atas nama panitia AEC 2009 2′nd Edition mengucapkan selamat kepada teman - teman yang proposalnya lolos sebagai finalis. Untuk teknis dan mekanisme yang berhubungan saat final akan menyusul....". \^0^/ Ye, ye, ye kita lolos teman-teman. Maklum, agak lebai. Soalnya ini baru kali pertama.

Tim yang lolos ada 12. Dua diantaranya tim dari ITB. Salah satunya timku, PIZERO. Nama yang aneh ya. Tai, biarlah. Yang penting, kita sudah lolos.

Masa-masa ini, aku bersama kedua temanku lagi melakukan progresi pembuatan karya berikut presentasinya. Mohon dukungan semuanya, mudah-mudahan kami bisa menjadi yang terbaik. Amin.

Saluang: Instrumen Musik Asli Minangkabau

Saluang merupakan alat musik tiup yang tumbuh dan berkembang di Minangkabau. Terbuat dari potongan pohon bambu pilihan, berdiameter kira-kira 2-3 cm dengan panjang kurang lebih 90 cm. Bentuknya serupa dengan seruling atau flute, hanya saja pangkal potongan pohon bambu ini tidak ditutup seperti flute atau seruling pada umumnya, alias ujung dan pangkalnya bolong.

Instrumen ini dapat menghasilkan bunyi dengan cara ditiup pada sudut tepi atau rongga bagian atasnya. Sehingga sesuai dengan prinsip fisika akustik, tiupan yang keluar dari mulut akan menggetarkan dinding bagian dalam saluang sedemikian rupa menghasilkan bunyi. Saluang distel dengan diberi beberapa lubang biasanya ada 4 lubang. Dengan begitu saluang dapat menghasilkan frekuensi nada-nada diatonis. Ini juga salah satu ciri khas instrumen ini. Tidak sembarangan orang yang bisa meniup Saluang ini, membutuhkan latihan khusus agar bisa mengeluarkan suara khas Saluang, yang bernuansa kelam, misterius dan ghotic.

Instrumen saluang dipergunakan untuk pengiring dendang (nyanyian), umumnya didendangkan oleh beberapa wanita. Dendang biasanya berisi petuah-petuah, gurauan yang esensial. Ada berbagai jenis Saluang, sesuai asal dan budaya masyarakat setempat, yang terkenal adalah Saluang Sirompak, Saluang Pauah dan Saluang Darek.

Jenis saluang yang dapat dikatakan maut, berasal dari daerah Payakumbuah, bernuansa Magis, sebagai pengantar sihir, diwarnai dendang berlirik magic, dikenal dengan nama Saluang Sirompak, Berasal dari kata dasar rompak, yang berarti paksa. Basirompak adalah upaya memaksa batin seseorang -dengan bantuan kekuatan ghaib- agar menuruti kemauan mereka yang merompak. Ritual ini dilakukan oleh seorang pawang (tukang sirompak ) yang dibantu oleh seorang peniup saluang sirompak dan seorang tukang soga. Pawang bertugas mendendangkan mantra-mantra dan memainkan sebuah gasing (gasiang tangkurak) yang salah satu bagiannya dibuat dari potongan tengkorak manusia.

Kerapnya ritual ini dibawakan dengan media Saluang, sehingga dikenal dengan nama Basirompak, kesenian yang berhubungan dengan kegiatan ritual perdukunan atau magic song. Bila seorang lelaki dihina dan dicacimaki oleh seorang perempuan yang disukai oleh lelaki itu, maka si lelaki minta tolong pada setan dengan bantuan si dukun melalui sirompak. Sehingga, perempuan penghina itu jadi tergila-gila padanya dan sulit melupakan si lelaki tersebut.

Lain saluang basirompak, lain lagi saluang darek. Darek berarti daerah pedalaman, sehingga Saluang Darek adalah Saluang yang aslinya memang berasal dari dalam nagari minang. Saluang darek ini sering digunakan pada banyak penampilan kini, yang biasanya dikolaborasikan dengan musik kontemporer. Saluang darek dan dendang hampir tak dapat dipisahkan. Umumnya, saluang jenis ini dipakai sebagai pengiring dendang bagurau. Dimana dalam kesenian ini pendendang saling

Biasanya Saluang Sirompak ini jarang dimainkan sebagai pertunjukan pada tempat umum, sampai sekarang keberadaan jenis saluang ini tetap dilestarikan. Banyak orang dari mancanegara mempelajarinya, terlebih dari benua Eropa seperti Belanda, Findlandia, Austria, Belgia. Karena untuk menguasainya memerlukan waktu yang tidak sebentar. Biasanya untuk dapat meniupnya saja, memerlukan waktu sekitar 1 tahun, yang diiringi belajar teknik bernafas. Hal inilah yang membuatnya memiliki daya pikat tersendiri

I Love My Short Course: "Oh Metpeng, Oh Fenom"

Oh, semester genap tahun ini (baca: 2008) telah berlalu. Untungnya, Semester Pendek pun dibuka. Daripada aku menganggur di rumah atau ngenet gak jelas, mending ambil SP aja. Hanya beberapa mata kuliah yang diperbolehkan pada SP kali ini, baik yang mengulang atau percepatan. Matematika Fisika, Elektronika, Fisika Modern, dan 2 MK yang sedang kuunduh. Tapi aku 'cuma' ambil 2 mata kuliah: Metode Pengukuran dan Fenomena Gelombang, masing-masing disingkat Metpeng dan Fenom.

Tampaknya menyenangkan hanya dengan melihat namanya aja. Mata kuliah ini seperti membukakan pintu pengetahuan bagiku agar mampu mengembangkan teknologi lebih lanjut. Yang lebih penting, aku jadi lebih mengerti bagaimana suatu alat ukur dapat bekerja dengan baik dengan tingkat error yang kecil, paham akan prinsip pengukuran dan kemudian mengenai karakteristik instrumen pengukuran. Di perkuliahan Fenom, kita mempelajari cara gelombang 'bertingkah laku' dari sifat perambatannya, bentuk gelombangnya, berikut istilah fefraksi, refleksi, atenuasi, transmisi, sensitivitas pemancar, SPL, desibel dan lebih spesifik lagi mengenai gelombang akustik, yakni gelombang mekanik yang menjalar dalam medium fisik.

Kenyataan memang lebih parah. Semakin aku menyukainya, semakin rumitlah isinya. Mungkin itu yang bisa kuungkap. But, I still love you how much difficult you are. Tahukah kenapa aku lebih suka mempelajari fisika dan teknik. Ya, itu semua demi mencapai cita-cita ku sebagai penemu yang inovatif nantinya (Amin). Begitu banyak ide-ide inspiratif yang seketika muncul saat, entah itu lagi nonton, kuliah, berkomputer, tidur, and otherwise. Begitu banyak pertanyaan ini itu, kala memperhatikan suatu alat bekerja. Itu HP kok bisa hidup ya, bisa bergetar lagi. Sensor pendeteksi pencuri apa yang dilakukannya setelah mendeteksi, kok bisa dari gerakan diubah menjadi sinyal-sinyal listrik yang bisa terbaca oleh perangkat digital. Sophisticated gadget (baca: alat canggih) for such a detectif. Mungkinkah ada devais yang bisa merubah suara manusia. Mungkinkah mesin waktu itu dibuat. Sistem apa yang bisa kubuat untuk menghemat energi, bagaimana prinsip konversinya, bisakah dibuat cycle sehingga energi yang sudah dikonversi dari sumbernya kemudian dipakai dan buangannya bisa dikonversi ke energi sumbernya semula.

Aku rasa di jurusan teknik fisika, bisa menjawab semua pertanyaanku itu, bisa kuketahui dan kupahami lebih banyak dari itu. Makanya, aku gak mau sia-siakan kuliah di sana. Tidak sekedar mencari nilai 'A'. Aku harus bisa pula menguasai semua ilmu yang telah diberikan. Tetap pada keyakinanmu dan semangatlah. Karena dengan semangatku, pandanganku jadi terang, dan pekerjaan akan terasa ringan.

Titik Waktu

Jangan kauragu akan waktu ini
Dia telah berjalan semestinya
Dia itu tidak ada
Tak dapat dihentikan
Tak pula bisa dihancurkan

Tiap saat..tiap menit..tiap jam
Terus menghilang dari peraduan
Hanya satu titik dilaluinya
Usai itu titik itu hilang selamanya

Satu titik tlah jadi kenangan
Satu titik jadi dudukan
Kemudian...
Ada tak terbilang jumlahnya titik di sekelilingmu
Yang mana kan kaupilih
Arah mana?

Tapi ingat..
Tiap-tiap titik itu punya garisnya sendiri
Punya nilai dan arah

Tahu dari mana fungsinya?
Tidak lain, bukanlah tidak
Ingat balik dan pahami titik-titik yang telah jadi kenangan tadi
Lalu, tentukan hubungannya
Entah metoda apapun kaupilih
Jangan pula asal-asalan dihitung
Kau 'kan tahu titik apa dikemudian

Wani Wanohkeun Sunda Urang!

Sendiri aku berjalan dalam kesenyapan malam kala itu. Tiba-tiba, dua orang mendatangiku seraya menyodorkan dua carik kertas. Kaget bukan kepalang (biasa aja kale!), ternyata isinya tentang "Aksara Manuskrip Sunda" dan artikel tentang budaya Indonesia khususnya budaya Sunda yang perlu dipertahankan.


Lalu, kuteruskan dengan tertatih kakiku menuju sebuah pagelaran Sunda. Pagelaran kali ini berjudul "Wani, Wanohkeun Sunda Urang", yang berarti "Berani, memperkenalkan sunda kita". Ya, yang kutunggu dan kuharap-harap sudah mulai, tapi tak terelakkan, akupun telat melihat acara bubuka-nya. "Dimana yah, tempat yang PW?" tanyaku dalam hati sambil memutarkan pandangan kesana-kemari. "Disana ajalah, dekat-dekat sama panggungnya" kudapati dudukan lesehan yang nampak strategis, dengan serta-merta aku sudah ada di sebelah seorang bapak tengah baya, di sebelahnya lagi ibu sama anaknya, "Punten, punten Bu, Pak!". Ternyata, ramai nian penonton yang datang dan tiba-tiba membludak. Lapangan CC Barat ITB seketika penuh dan penontonnya meluap sampai kesana-sana.

Wah, rasa gembira bercampur bangga saat menyaksikan acara pagelaran yang tengah berlangsung. MC dengan 2 orang teteh-teteh dan seorang akang, umpama air yang mengalir, terus mengoceh dengan logat dan bahasa Sundanya membuka acara Pagelaran. As common, runtuyan acara disebutkan berikut iklan dari sponsor pun tak ketinggalan. Berawal dari Bubuka Pagelaran (yang sayangnya tak kusaksikan :( ), lanjut dengan sambutan Ketua LSS, ketua Pegelaran dan wakil Rektor ITB, Kapsul Celempungan Sastra, Tari Kandagan, Rampak Kendang, Tari Bentang Timur, dan Longse "Bekel Sakola" sekaligus penutupan.



Lain mereka (baca:MC) yang asyik berceloteh, lain lagi aku. Aku seolah-olah mencari butiran batu dalam beras, berusaha mengartikan apa yang mereka bicarakan, juga didukung dari gerak gestur mereka. "Sampurasun" kata mereka, tau-tau langsung dijawab "Rampes". Kadang, sedikit banyak aku mengerti kok. Banyak kata-kata lucu yang keluar, kocak jadinya. Sontak, semua orang tertawa, akupun juga.


Salut aku, mereka bisa bikin acara yang sebegitu kreatif dan inovatif. Dari awal, diperkenalkan setiap personel beserta komitenya, banyak juga, mungkin ada lebih dari 50 orang. Bagus, meskipun sebentar aja disebutkan, tapi inilah satu bentuk penghargaan untuk jerih payah mereka. Dengar-dengar sejak 4 bulan yang lalu mereka sudah mulai persiapkan pagelaran ini. Hampir bersamaan dengan persiapan Malam Pagelaran UKM "Marantiang Budayo Mamaga Pusako".

Saatnya Kapsul (Kacapi Suling) Celempungan Sastra ditampilkan. Terdengarlah suara khas instrumen musik sunda seperti angklung, calung, suling, kecapi, dan lainnya. Paduan dari kesemuanya disempurnakan dengan dendang lagu sang vokalis. Sudah itu, berusaha menyambungkan tali acaranya, si MC maju lagi, tapi kali ini tidak sama si Akang. Ternyata, dia sudah ada di BIP (ngapain coba?). Kayak laporan berita di TV, cuma saat itu di layar LCD. Ada label "LAIV" di pojok kiri atas layar itu seolah-olah itu berita langsung (benar atau tidak ya?). Ada sasaran empuk, nah dua orang cewek Bandung. Ditanyainya mengenai seni budaya Sunda. Namun disayangkan, jawabannya tak memuaskan. Tapi, ditanyakan lagi dengan seorang lain. Oh ternyata dapat dijawab lumayan memuaskanlah. Cukup disitu (malas aku bahas lagi!), lanjut dengan Tari Kandangan. Semangat, tangkas, gagah. Kostum mirip gatot kaca, tapi para penari cewek. Pandai sekali mereka menarikannya dengan tegas tapi feminim.


Pertunjukkan khas LSS nih, Rampak Gendang menjadi puncak acaranya. Memang disini, libido penonton dibuat memuncak. Kocak habis, para "pamaen" datang dari arah kiri menuju panggung, masing-masing dengan coretan di wajahnya dan tampilan yang acak dan lucu. "Jeng..jengjeng"(3x), sambut menyambut "pak..pak..du..pak..tum..tum". Pokoknya, suasananya jadi meriah amat. Kemudian, tari Bentang Timur yang merupakan jaipongan sunda ditampilkan pula. Kostumnya yang didominasi warna merah dan hijau. Menurutku melayu banget, aku suka itu.

Dan yang terakhir, Longse Sunda. Yakni sebuah drama teatrikal sunda berjudul "Bekel Sakola". Inti ceritanya mengenai perjuangan hidup seorang anak desa. Tak kutonton sampai habis yang satu ini. Ngantuk banget waktu itu. Kulihat waktu di HP telah menunjukkan pukul 23.00. Oh, ternyata hari itu tanggal 21 Juni 2008. Ya, inilah ceritaku tentang pagelaran LSS Sunda ITB yang kedua kalinya kusaksikan.

Nikmati Hidup

Bangkitkan spirit dalam dada
Buat diri besemangat
Malas pun tiada
Bosan tak lagi menyengat

Elokkan kerjaan
Budi pekerti santunkan
Raih indahnya kehidupan
Jangan sia-siakan
Di situ hidup mengartikan
Segala kegundahan
Dalam hati nan risau sekalipun